Wednesday, October 31, 2012

Pukul Lima Hingga Lokananta Terselamatkan




Saya selalu percaya bahwa ketika kita memiliki niat baik, maka seluruh semesta akan berkonspirasi untuk mewujudkannya. Siapa sangka pembicaraan via whatsapp bisa mengumpulkan hampir 250 anak muda di dalam sebuah studio, tempat Gesang merekam karya masterpiece-nya. Ruangan yang siang harinya berhasil membuat saya flu saking dinginnya, makin malam berubah jadi luar biasa panas saking penuhnya. 




Dua hari lalu, 28 Oktober 2012 bertepatan dengan hari Sumpah Pemuda, ratusan anak muda kembali ke ground zero musik Indonesia. Tempat disimpannya 45000an piringan hitam dan 5000an pita master yang menghubungkan kami dengan sejarah Indonesia di masa lalu. Yang kegiatannya  sempat mengalami hiatus dan bahkan ketika studionya sudah dibenahi keberadaannya seakan hidup segan, mati enggan. Ya, kami kembali ke Lokananta.


Pukul 18:30. Mas Bembi, salah satu karyawan Lokananta mengeluarkan sebuah vinyl dari bungkusnya yang sudah usang. Merinding rasa hati ketika mendengarkan suara Ir. Soekarno memproklamasikan Indonesia ini sebagai tanah yang merdeka lalu disambung lagu kebangsaan Indonesia Raya karya WR. Soepratman. Ya, kami berkesempatan untuk mendengarkan rekaman aslinya, karena kami kembali ke Lokananta.


Saya lantas mengundang mas Wendi Putranto dari Rolling Stone Indonesia untuk berbagi cerita tentang Lokananta, record label pertama di Indonesia yang namanya digagas oleh R. Maladi. Berdiri tahun 1956, tugas utama Lokananta kala itu adalah merekam lagu dan pidato - pidato penting dari Presiden Soekarno lalu diproduksi dalam format vinyl sebagai bahan siaran RRI (Radio Republik Indonesia). Banyak anak muda yang kaget ketika mengetahui bahwa tipe mixer yang terdapat di studio Lokananta hanya ada dua di dunia. Satu di BBC, satu lagi di Lokananta, kualitas rekamannya setara dengan studio Abbey Road!

Lokananta menyimpan rekaman - rekaman berharga. Tapi sayangnya karena kesulitan dana, pita master maupun piringan hitam yang disimpan disana mustahil untuk mendapatkan perawatan yang layak. AC dimatikan ketika karyawan pulang, padahal rekaman - rekaman itu harus berada dalam ruangan yang suhunya terjaga. Tak heran hampir 30 persen koleksi Lokananta kini rusak, lebih mengenaskan lagi karena banyak vinyl maupun pita master yang terpaksa dijual demi bisa menutup biaya operasional. Untunglah, Mas Bembi berhasil menyelamatkan ribuan rekaman fisik lewat proses digitalisasi. Dua setengah tahun, ia berhasil menyelesaikan hampir 95 persen dari sekitar 5000an master rekaman. 


Haru ketika tahu Sahabat Lokananta bukan hanya berasal dari Solo, tapi ada yang jauh - jauh datang dari Purwokerto, Magelang, Jogja dan Semarang. Bahagia ketika tahu mereka bukan cuma mendengarkan cerita, tapi juga berbagi ide dan masukan demi kebaikan Lokananta di kemudian hari. Senang  ketika anak muda yang awalnya hanya mendengar cerita atau bahkan tak peduli pada Lokananta akhirnya mendeklarasikan dua hal, akan mencintai musik Indonesia dari titik nol dan tak akan meninggalkan Lokananta. Berkaca - kaca ketika banyak anak muda yang antusias bukan hanya pada White Shoes and The Couples Company, tapi juga memberikan apresiasi yang luar biasa ketika musisi tua berusia 86 tahun begitu prigel mengiringi mbak Endah Laras menyanyikan lagu - lagu keroncong.



Lalu apa lagi setelah ini? Ayo kembali ke Lokananta! Tak perlu menunggu orang lain memulai karena saya, kamu, kita semua bisa berpartisipasi melakukan banyak hal agar Lokananta terselamatkan. Muluk - muluk? Mungkin. Tapi lebih baik muluk - muluk daripada apatis tak melakukan apa - apa.

Angkat topi untuk semua yang bekerja keras mewujudkan hal kecil yang semoga membawa perubahan besar suatu hari nanti. Pihak Lokananta yang  menyambut acara sederhana ini dengan tahan terbuka, Bapak Pendi, Mas Andi, Mas Bemby, Ibu Titik. Intan Anggita, Wendi Putranto, Stephanus Adjie, Mbak Endah Laras, seniwati bersuara dan berhati emas dan teman - teman yang begitu dermawan meluangkan waktu dan tenaganya membersihkan ruangan, mengangkat gamelan, melancarkan jalannya Sahabat Lokananta hari itu. You know who you are!

Selamat ulang tahun Lokananta, kami tak akan meninggalkanmu.

Friday, October 5, 2012

FINALLY, PEOPLE POWER BRING DIAMONDS RAIN ACROSS JAKARTA!

Jum'at 12 November 2010, jam 3 sore.


Deftones will be playing headline shows throughout the Pacific Rim this upcoming February immediately following Big Day Out. The first stop is Jakarta, Indonesia at the Tennis Indoor Senayan on 2/8.

Berkali - kali saya baca posting itu, memastikan bahwa saya tidak sedang bermimpi. Om Adrie Subono membohongi kami saat Jum'at pagi mengatakan band Eropa yang akan diundangnya. Saya sampai bingung harus bereaksi seperti apa. Tujuh bulan kami berjuang meyakinkan Java Musikindo dan Velvet Hammer kalau membawa Deftones ke Jakarta bukan pilihan yang salah. 

Dan saya memang tidak sedang bermimpi. Setelah Deftones memposting pengumuman itu, Om Adrie juga mengumumkan hal yang sama. Tak terkira bahagianya hati ini! Perasaan yang sama persis saya rasakan saat tahun sebelumnya 311 confirmed untuk tampil di Jakarta. We make it happen, again!!


Segera saya menulis sesuatu untuk Om Adrie Subono.

Dan dia menjawab begini
Hahaha! Leganyaaaa! Ya sekarang bayangin aja, direcokin dengan tweetbomb setiap hari, selama tujuh bulan! Apa nggak pengen segera report as spam dan pencet tombol block biar kami nggak ngerecokin beliau lagi untuk selama - lamanya?

Lalu suatu hari sebuah tweet datang dari orang yang bikin saya percaya bahwa Deftones akan bermain di Indonesia. Pnut ternyata membaca jadwal konser yang saya retweet dari Java Musikindo.

Saya benar - benar menaruh hormat pada orang ini. Pnut adalah penikmat karya Deftones yang ditahun 90an membuka konser bagi bandnya, 311. Berkali - kali dia memuji Deftones, mendoakan Chi Cheng, menyemangati kami agar berhasil dan tak lupa memberi gambaran seperti apa konser itu nantinya.

Sergio Vega juga mengungkapkan ketidaksabarannya untuk segera tampil di Indonesia

People power. You can never beat it! Mimpi para Deftones Warriors dari sebuah negara ketiga akhirnya menjadi kenyataan.

8 Februari 2011, detak jantung saya serasa dua kali lebih cepat daripada biasanya. This is it! Show time! Deftones menghajar kami dengan 24 lagu hampir tanpa jeda, kecuali saat Chino menyapa penggemarnya sambil mengangkat botol bir Bintang. "I love Binteeng" katanya. :) 



Dibuka dengan lagu Birthmark dan ditutup dengan encore Root dan 7 Words, kami semua berakhir sama; keringetan, suara serak, bahagia.


 Kebahagiaan saya bertambah karena membawa souvenir berharga ini :)